By :
I Nyoman Buda Asmara Putra
Perkawinan
merupakan pertemuan dua insan laki-laki (purusha)
dan perempuan (pradhana) yang
memiliki kepribadian berbeda yang berjanji setia untuk membangun keluarga
bahagia ( grha jagaddhita) dengan
empat tujuan utama. Tujuan utama yang dimaksud adalah pertama, dharma sebagai
spiritualitas dalam berpikir, berbicara dan berlaksana (manacika, wacika dan kayika);
kedua mencari dan menghimpun harta kekayaan (artha) dengan cara jujur dan terpuji serta memanfaatkan secara
efisien (daksa) di mana hukum abadi (rta) sebagai hukum moral yang dijadikan
pedomannya; ketiga, membangun kecerdasan dan keterampilan mengendalikan
pancaindra dalam rangka mewujudkan kebahagiaan rohani, kebahagiaan psikologis (kama); dan keempat, melahirkan,
mendidik, dan membangun anak suputra,
anak yang arif, putra utama (praja).
Grha jagaddhita
(keluarga bahagia) yang dibangun oleh sebuah perkawinan merupakan titik pusat
kehidupan menurut pandangan ajaran Veda,
yakni sebagai wadah awal kisah perjuangan (karma) untuk mengusahakan
pembaharuan dalam rangka memperbaiki karma terdahulu. Grha jagaddhita juga bermakna sebagai wadah bagi anggota keluarga
untuk mengadakan curah pendapat yang bernuansa kejujuran, kesejukan,
kesantunan, kasih sayang, serta bebas dari berbagai bentuk kekerasan (ahimsa). Suasana keluarga yang demikian itu
merupakan suasana yang sangat kondusif sebagai wadah lahir dan proses
pendidikan anak suputra dalam
kandungan seorang ibu.
Anak
yang lahir, tumbuh dan berkembang dari suami istri dalam suatu keluarga, kelak
akan memainkan peran utama sebagai suputra
(anak yang arif, putra utama). Peran utama dimaksud adalah untuk meningkatkan
kualitas citra karma terdahulu bagi suami istri, yakni orang tua yang
melahirkannya. Di samping itu, anak suputra
berperan pula mengeleminasi seluruh dosa orang tuanya selama hidup di Bumi ini.
Dalam hal ini makna seorang anak suputra
akan memainkan peran sebagai jembatan bagi atman
orang tua yang melahirkan dari kehidupan di alam neraka ke dalam kehidupan alam
surga.
Untuk mewujudkan harapan terbentuknya grha jagaddhita dan anak suputra
tersebut, sepasang suami istri dihadang berbagai realitas sosial sebagai
lingkungan kehidupan keluarga, yakni tumbuh dan berkembang suatu fenomena dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini berupa tantangan, bahkan terbuka peluang
perkembangannya menjadi ancaman bagi proses pembangunan grha jagaddhita dan proses pendidikan anak suputra. Berikut ini berbagai tantangan berat yang harus dilalui
dalam rangka membangun keluarga untuk melahirkan anak yang suputra.
1.
Gaya
Hidup Materialistis: Suatu Tantangan
Kehidupan
masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya dihadapkan pada era
globalisasi dengan berbagai perubahan besar sebagai dampak kemajuan ilmu
penegetahuan dan teknologi (iptek) dalam bidang komunikasi dan informasi. Hal
tersebut menyebabkan arus informasi dunia tanpa sensor menyeruak hampir di
setiap rumah tangga. Ini berarti rumah tangga terterpa pengaruh globalisasi
yang menghujam langsung ke ruang rumah-rumah tangga tanpa sensor dan
berinteraksi langsungantarbangsa dengan keanekaragaman sikap, perilaku dan
budaya.
Dampak
globalisasi adalah munculnya fenomena gaya hidup materialistis dan konsumtif.
Gaya hidup demikian menyebabkan tergesernya makna kebahagiaan hidup manusia,
terukur dengan kelimpahan pemenuhan kebutuhan yang bersifat materi (artha). Dampak selanjutnnya adalah
muncul sikap dan perilaku agresif pada diri manusia untuk mengejar materi
sebagai simbol kebahagiaan. Ironisnya, harta benda tidak akan pernah dapat
memuaskan dan mewujudkan kebahagiaan sejati, melainkan hanya bermakna semu.
Seperti minum air laut, semakin diminum semakin haus. Dengan demikian, manusia
tidak mungkin mencapai kebahagiaan dengan harta benda (materi) sebagai alat
ukurnya.
Kondisi
demikian memberi kontribusi terhadap tumbuh dan berkembangnya stress, depresi
dan frustasi pada diri manusia. Ketidakmampuan mengelola atau mencari solusi
tekanan jiwa tersebut akan berkembang ke arah sikap dan perilaku destruktif. Perilaku
destruktif bisa bergerak kea rah internal,yakni merusak diri sendiri seperti
menenangkan jiwa mereka lari menggunakan obat-obatan terlarang (narkotika),
hingga lebih parah lagi muncul fenomena bunuh diri. Adapun gerak perilaku
destruktif ke arah ekternal berupa perusakan simbol-simbol yang dipandang
sebagai penyebab stress, depresi dan frustasi tersebut. Misalnya perkelahian,
pelampiasan kemarahan, pembunuhan, penyiksaan, premanisasi, perusakan dan sikap
sejenisnya.
Suasana
kejiwaan demikian tentu merupakan kondisi tidak kondusif bagi kalangan generasi
muda yang akan mempersiapkan diri untuk membangun kehidupan rumah tangga.
Kondisi tersebut juga tidak kondusif bagi tumbuh kembang pikiran dan hati suci
serta jernih dalam kehidupan suami istri yang akan menyongsong kelahiran anak suputra (anak arif, putra utama). Ini
terjadi karena antara suasana kesehatan dan kesegaran jasmani (sthula sarira) serta kesehatan rohani (sukma sarira) suami istri berkolerasi
(berhubungan) positif terhadap kesehatan dan kesegaran jasmani serta kesehatan
rohani bayi dalam kandungan sang ibu. Artinya semakin sehat dan segar jasmani
serta rohani sepasang suami istri maka semakin meningkat pula kesegaran dan
kesehatan jasmani serta rohani bayi dalam kandungan ibu. Sebaliknya, semakin
merosot kesegaran dan kesehatan serta rohani sepasang suami istri maka semakin
merosot pula kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani bayi dalam kandungan
sang ibu.
2.
HIV/AIDS:
Tantangan Lahirnya Suputra
Revolusi komunikasi dan informasi
yang menghujam langsung ke ruang-ruang rumah tangga tanpa ada mampu
membendungnya membawa dampak positif maupun negatif sekaligus. Dampak
positifnya dapat mendorong semakin luas wawasan manusia, sedangkan dampak negative
muncul karena televisi, video, internet, media cetak dengan kemasan yang rapi
sering mengobral seksualitas dan atau kekerasan demi kepentingan bisnis yang
mengutamakan keuntungan semata-mata. Hal ini merupakan ancaman dan tantangan
terhadap pembinaan moral manusia.
Disamping
itu kemajuan iptek di bidang transportasi (darat, air dan udara) menyebabkan
mobilitas penduduk semakin meningkat, baik antardaerah suatu negara maupun
antar bangsa dan negara di dunia ini. Frekuensi mobilitas penduduk tersebut
semakin meningkat karena ditopang oleh kemajuan iptek dalm bidang komunikasi
dan informasi tentang berbagai peluang harapan kehidupan yang lebih baik di
berbagai kawasan di dunia ini. Peningkatan mobilitas penduduk tersebut ada
kandungan positifnya, seperti masalah kekurangan tenaga kerja disuatu daerah
(negara) tertentu dapat diatasi dengan banyak pilihan. Selain itu mobilitas
penduduk yang tinggi frekuensinya tersebut juga merupakan pasar yang sangat
menjanjikan bagi barang dan jasa yang ditawarkan oleh suatu negara. Misalnya
tingginya mobilitas penduduk tersebut dimanfaatkan oleh berbagai negara untuk
merancang peluang investasi secara professional pada sector bisnis industri
pariwisata.
Di
sisi lain mobilitas penduduk tersebut membawa dampak negatif bagi kehidupan
manusia, seperti muncul masalah-masalah atau penyakit sosial. Setuju atau tidak
setuju, mengakui atau tidak, yang pasti fakta berbicara bahwa masalah
prostitusi dalam dunia pariwisata semakin tumbuh berkembang, bukan kepentingan
pariwisata semata. Sebaliknya, ada sejumlah orang yang memanfaatkan kehidupan
hitam tersebut sebagai jalan memenuhi kebutuhan nafsu birahinya serta sebagai
peluang bisnis yang sangat menjajnjikan keuntungan materi tinggi. Mulai juga
merebak sikap dan perilaku yang menyimpang di kalangan kehidupan beberapa
anggota rumah tangga dengan munculnya kasus-kasus pria idaman lain (PIL) dan
wanita idaman lain (WIL), free sexs,
pelecehan seksual dan sebagainya.
Bila
kondisi tersebut dihubungkan dengan penyakit HIV/AIDS yang diketahui
penularannya melalui hubungan seksual, maka Indonesia umumnya dan Bali
khususnya sebagai Negara atau pulau global dengan focus pengembangan sector
pariwisata sebagai andalan untuk meraup devisa dan kesejahteraan masyarakat,
merupakan kawasan yang rentan terhadap penyakit kelamin, HIV/AIDS, perdagangan
atau pengguna narkoba. Penyakit HIV/AIDS sangat cepat menular terhadap orang
sehat yang melakukan hubungan seksual dengan penderita atau orang sehat yang
menggunakan jarum injeksi yang sebelumnya telah digunakan oleh orang yang
menderita HIV/AIDS. Apabila seorang suami dan istri mengadakan petualangan
seksual masing masing dengan WIL atau PIL-nya yang terjangkit HIV/AIDS maka
dapat dibayangkan penularannya semakin merebak, serta menjadi semakin
mengerikan jika mereka akan melahirkan anak. Jadi generasi berikutnya telah
terancam terjangkit penyakit yang mematiakn dan mengerikan itu yang sampai kini
belum ada ditemukan penyembuhnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan
bahwa prostitusi, penggunaan narkoba dan merebaknya penyakit HIV/AIDS merupakan
tantangan dan ancaman bagi kebahagiaan rumah tangga sekaligus bagi lahirnya
anak suputra sebagai generasi unggul
suatu bangsa.
3.
Manusia
Terdidik: Suatu Tantangan
Dewasa
ini manusia semakin terdidik sekaligus semakin meningkat pula kesadaran mereka
terhadap pentingnya iptek dalam upaya mencari solusi bagi bernagai masalah dan
kendala yang menghadang hidup manusia. Mereka berupaya menguasi iptek, baik
melalui proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
(diklat) maupun melalui proses pembelajaran mandiri. Kecenderungan dewasa ini
adalah bahwa calon suami istri dan pasangan suami istri merupakan pasangan insan
yang terdidik. Karakteristik manusia terdidik
adalah mereka tidak serta merta menyetujui atau mengikuti pandangan seseorang
(pandangan skeptis). Mereka baru menerima atau menolak setelah terlebih dahulu
mengkritisi dan menganalisis secara cermat berbagai informasi, ide, atau
gagasan yang diterima dari orang lain atau dari pasangannya
Sikap
skeptis, kritis, dan analitis tersebut bila tidak dikelola dengan kecerdasan
intelektual yang arif akan membuka peluang terjadinya ketegangan hubungan
antara sesama manusia (dalam hal ini antara calon suami istri atau antar suami
istri, serta anggota keluarga lainnya). Bila ketegangan itu tersebut tidak
dapat dikelola atau dikendalikan secara arif maka akan berkembang kea rah
konflik. Pada gilirannya bila konflik gagal dikelola akan menyebabkan manusia
menjadi frustasi atau putus asa, lalu berpeluang terjadi disintegrasi. Bahkan
tingkat frustasi seseorang yang paling berat adalah mencari solusi melalui
jalan pintas, seperti bunuh diri, membunuh orang lain, mengadakan perusakan dan
sebagainya.
Tentu suasana kejiwaan yang diwarnai ketegangan,
konflik, pertengkaran, keegoisan, dan sejenisnya menjadi sebab utama calon
suami istri, pasangan suami istri dan anggota keluarga lainnya berada dalam
suasana pikiran dan hati yang tidak jernih, tidak tenang, dan tidak damai. Kondisi
ini akan berpengaruh negatif terhadap proses pembentukan anak suputra dalam
kandungan sang ibu. Guna mengatasi hal tersebut maka calon suami istri,
pasangan suami istri dan anggota keluarga lainnya agar berupaya berpikir
melalui jalan rohani (spiritual). Berpikir arif dalam menghadapi keanekaragaman
karakter manusia yang semakin terdidik menjadi penting dalam kehidupan kita di
Bumi ini. Keanekaragaman meupakan kearifan Tuhan. Kita dapat menikmati
keindahan pelangi di langit biru ciptaan Tuhan justru pada keanekaragaman
warnanya.
4.
Kemajuan
Ilmu Pengetahuan: Suatu Tantangan
Prestasi
manusia yang sangat cemerlang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) pada abad ke-20 merupakan faktor dominan pemicu berbagai perubahan cara
manusia memberi respon terhadap yang terjadi di sekitarnya. Perubahan yang
terjadi itu menyangkut aspek nilai-nilai religius, yakni hubungan dengan Tuhan
(parahyangan, prajapati, God relationship);
nilai-nilai insan, yakni hubungan antarmanusia (pawongan, praja, human relationship); maupun nilai-nilai yang
berkaitan dengan alam (pelemahan,
kamadhuk, natural-relationship). Cara merespon tersebut disebut sikap.
Perubahan tidak berhenti hanya sampai pada perubahan sikap manusia, melainkan
terjadi pula dalam cara berpikirnya. Perpaduan antara sikap dan cara berpikir
ini membentuk perilaku manusia.
Perilaku
manusia dalam mengaktualisasikan kemajuan iptek memiliki dampak ganda. Artinya
di satu sisi kemajuan iptek member sumbangan bagikesejahteraan dan kebahagiaan
hidup manusia di Bumi, namun sekaligus di sisi lain kemajuan iptek berdampak
pada penghancuran peradaban manusia. Misalnya kemajuan iptek diaktualisasikan
dalam dunia pertanian. Di satu sisi iptek tersebut dapat meningkatkan
prokduktivitas hasil pertanian, namun di sisi lain hasil-hasil pertanian
terkontaminasi unsure-unsur kimiawi yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Begitu pula kemajuan iptek memyebabkan percepatan kemajuan industri
yang sekaligus menyebabkan meningkatnya secara dramatis efektivitas dan
efisiensi pengolahan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia, namun di
sisi lain pertumbuhan dan perkembangan industri tersebut member kontribusi
nyata terhadap peningkatan polusi udara, air, tanah oleh limbah industri
tercemar oleh bahan-bahan kimia pengawet yang sangat membahayakan kesehatan
manusia.
Kemajuan
iptek menyebabkan terjadinya kecendrungan sejumlah manusia dalam bersikap dan
berperilaku ke arah berpikir ilmiah (rasional) sekuler dan profane tanpa
memperhatikan kecerdasan emosional dan spiritual. Kondisi ini menjadi salah
satu pemicu terhadap sekelompok manusia yang sikap dan perilakunya meningalkan
atau menjauhi nilai-nilai spiritual (religius) dan nilai-nilai kemanusiaan.
Karena itu banyak terjadi kasus pemanfaatan kemajuan iptek ini untuk mengejar
keuntungan ekonomi semata dengan mematutkan segala cara. Misalnya
menperjualbelikan obat-obat terlarang, seperti narkoba, obat-obat untuk
menggugurkan kehamilan di luar nikah sebagai akibat seks bebas, perdagangan
makanan dan minuman yang kadaluwarsa, penjualan hasil produksi yang sarat
kandungan kimiawi yang membahayakan kesehatan manusia.
Dampak negatif dalam pemanfaatan
kemajuan iptek tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, yang berkaitan dengan
alam sekitarnya seperti tercemarnya pancamahabhuta
yakni tanah, udara, air, angkasa, atau bocornya lapisan ozon, meningkatnya suhu
udara. Kedua yang berkaitan dengan tercemarnya makanan dan minuman dan
unsure-unsur kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Bila seorang
ibu yang sedang mengandung bayi dengan suasana kehidupan diwarnai oleh
lingkungan alam yang tercemar berat oleh unsur-unsur limbah industri dan ibu
bersangkutan sekaligus mengkonsumsi makanan dan minuman tercemar, maka apa yang
terjadi terhadap proses pembangunan anak suputra sebelum lahir? Kondisi
tersebut akan member sumbangan cukup berarti tehadap kelahiran bayi yang kurus
karena kekurangan gizi (nutrisi), selain berpeluang juga terjadi kelahiran bayi
cacat, seperti polio suputra, bibir
sumbing, mata juling, gangguan jantung, bayi lahir tanpa anus, pertumuhan
tengkorak kepala dan otaknya abnormal, dan sebagainya.
Dampak negatif pemanfaatan kemajuan
iptek tersebut merupakan tantangan dan ancaman bagi proses pembentukan anak
sebelum lahir. Kegagalan pembangunan anak suputra sebelum lahir merupakan
gambaran kualitas sumber daya manusia suatu bangsa pada masa yang akan datang
semakun menyedihkan. Karena itu perlu disimak makna terdalam pesan atau
pandangan Albert Einstein, seorang ahli fisika penemu reaksi berangkai atom
yang menyatakan “science without religion
is lame, religion without science is
blind” artinya ilmu tanpa agama akan lumpuh, sedangkan agama tanpa ilmu
akan buta.
Jadi,
tantangan dalam membangun keluraga untuk melahirkan anak yang suputra dewasa ini sangat berat. Harus
berhati-hati dalam memilih pasangan , ibarat tanaman untuk mendapatkan hasil
yang bagus dimulai dari pemilihan bibit dan tanah yang bagus pula. Pasangan
yang ideal tidak hanya dilihat dari fisiknya yang sempurna saja akan tetapi
yang paling vital adalah kesehatannya. Penyebaran virus HIV/AIDS sudah
merajalela, ada baiknya sebelum memutuskan untuk ke jenjang perkawinan
dilakukan konseling dan test kesehatan. Apabila hasil test kesehatannya negatif
terjangkit virus yang mematikan tersebut, hubungan bisa dilanjutkan ke jenjang
perkawinan. Dan apabila salah satu pasangan positif terjangkit virus itu
meskipun sudah sama-sama cinta lebih baik diurungkan niatnya untuk
melangsungkan perkawinan. Hal ini sangat berbahaya karena akan menularkan virus
itu pada pasangan dan anak yang dilahirkan juga akan tertular. Makadaripada itu
harus menjaga perilaku seks yang sehat dan setia pada satu pasangan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian dapat mewujudkan
keluarga yang mampu melahirkan anak yang suputra,
berguna bagi keluarga, masyarakat serta nusa dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Gorda,
I Gusti Ngurah. 2006. Mendidik Suputra
Dalam Kandungan Ibu. Denpasar: Asta
Brata Bali.
Mas,
A.A.G. Raka. 2002. Menjadi Orang Tua
Mulia dan Berguna. Surabaya: Paramita.