PASTIKAN ANDA TERGABUNG DALAM YOGA RUTIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH UKM YOGA SETIAP HARI MINGGU DI KAMPUS STAHN GPM JAM 07.00 SUDAH MULAI.

Senin, 02 Juni 2014

Tantangan Membangun Keluarga Untuk Melahirkan Anak Suputra


By : I Nyoman Buda Asmara Putra

Perkawinan merupakan pertemuan dua insan laki-laki (purusha) dan perempuan (pradhana) yang memiliki kepribadian berbeda yang berjanji setia untuk membangun keluarga bahagia ( grha jagaddhita) dengan empat tujuan utama. Tujuan utama yang dimaksud adalah pertama, dharma sebagai spiritualitas dalam berpikir, berbicara dan berlaksana (manacika, wacika dan kayika); kedua mencari dan menghimpun harta kekayaan (artha) dengan cara jujur dan terpuji serta memanfaatkan secara efisien (daksa) di mana hukum abadi (rta) sebagai hukum moral yang dijadikan pedomannya; ketiga, membangun kecerdasan dan keterampilan mengendalikan pancaindra dalam rangka mewujudkan kebahagiaan rohani, kebahagiaan psikologis (kama); dan keempat, melahirkan, mendidik, dan membangun anak suputra, anak yang arif, putra utama (praja).
Grha jagaddhita (keluarga bahagia) yang dibangun oleh sebuah perkawinan merupakan titik pusat kehidupan menurut pandangan ajaran Veda, yakni sebagai wadah awal kisah perjuangan (karma) untuk mengusahakan pembaharuan dalam rangka memperbaiki karma terdahulu. Grha jagaddhita juga bermakna sebagai wadah bagi anggota keluarga untuk mengadakan curah pendapat yang bernuansa kejujuran, kesejukan, kesantunan, kasih sayang, serta bebas dari berbagai bentuk kekerasan (ahimsa). Suasana keluarga yang demikian itu merupakan suasana yang sangat kondusif sebagai wadah lahir dan proses pendidikan anak suputra dalam kandungan seorang ibu.
Anak yang lahir, tumbuh dan berkembang dari suami istri dalam suatu keluarga, kelak akan memainkan peran utama sebagai suputra (anak yang arif, putra utama). Peran utama dimaksud adalah untuk meningkatkan kualitas citra karma terdahulu bagi suami istri, yakni orang tua yang melahirkannya. Di samping itu, anak suputra berperan pula mengeleminasi seluruh dosa orang tuanya selama hidup di Bumi ini. Dalam hal ini makna seorang anak suputra akan memainkan peran sebagai jembatan bagi atman orang tua yang melahirkan dari kehidupan di alam neraka ke dalam kehidupan alam surga.
Untuk mewujudkan harapan terbentuknya grha jagaddhita dan anak  suputra tersebut, sepasang suami istri dihadang berbagai realitas sosial sebagai lingkungan kehidupan keluarga, yakni tumbuh dan berkembang suatu fenomena dalam kehidupan masyarakat dewasa ini berupa tantangan, bahkan terbuka peluang perkembangannya menjadi ancaman bagi proses pembangunan grha jagaddhita dan proses pendidikan anak suputra. Berikut ini berbagai tantangan berat yang harus dilalui dalam rangka membangun keluarga untuk melahirkan anak yang suputra.
1.      Gaya Hidup Materialistis: Suatu Tantangan
Kehidupan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya dihadapkan pada era globalisasi dengan berbagai perubahan besar sebagai dampak kemajuan ilmu penegetahuan dan teknologi (iptek) dalam bidang komunikasi dan informasi. Hal tersebut menyebabkan arus informasi dunia tanpa sensor menyeruak hampir di setiap rumah tangga. Ini berarti rumah tangga terterpa pengaruh globalisasi yang menghujam langsung ke ruang rumah-rumah tangga tanpa sensor dan berinteraksi langsungantarbangsa dengan keanekaragaman sikap, perilaku dan budaya.
Dampak globalisasi adalah munculnya fenomena gaya hidup materialistis dan konsumtif. Gaya hidup demikian menyebabkan tergesernya makna kebahagiaan hidup manusia, terukur dengan kelimpahan pemenuhan kebutuhan yang bersifat materi (artha). Dampak selanjutnnya adalah muncul sikap dan perilaku agresif pada diri manusia untuk mengejar materi sebagai simbol kebahagiaan. Ironisnya, harta benda tidak akan pernah dapat memuaskan dan mewujudkan kebahagiaan sejati, melainkan hanya bermakna semu. Seperti minum air laut, semakin diminum semakin haus. Dengan demikian, manusia tidak mungkin mencapai kebahagiaan dengan harta benda (materi) sebagai alat ukurnya.
Kondisi demikian memberi kontribusi terhadap tumbuh dan berkembangnya stress, depresi dan frustasi pada diri manusia. Ketidakmampuan mengelola atau mencari solusi tekanan jiwa tersebut akan berkembang ke arah sikap dan perilaku destruktif. Perilaku destruktif bisa bergerak kea rah internal,yakni merusak diri sendiri seperti menenangkan jiwa mereka lari menggunakan obat-obatan terlarang (narkotika), hingga lebih parah lagi muncul fenomena bunuh diri. Adapun gerak perilaku destruktif ke arah ekternal berupa perusakan simbol-simbol yang dipandang sebagai penyebab stress, depresi dan frustasi tersebut. Misalnya perkelahian, pelampiasan kemarahan, pembunuhan, penyiksaan, premanisasi, perusakan dan sikap sejenisnya.
Suasana kejiwaan demikian tentu merupakan kondisi tidak kondusif bagi kalangan generasi muda yang akan mempersiapkan diri untuk membangun kehidupan rumah tangga. Kondisi tersebut juga tidak kondusif bagi tumbuh kembang pikiran dan hati suci serta jernih dalam kehidupan suami istri yang akan menyongsong kelahiran anak suputra (anak arif, putra utama). Ini terjadi karena antara suasana kesehatan dan kesegaran jasmani (sthula sarira) serta kesehatan rohani (sukma sarira) suami istri berkolerasi (berhubungan) positif terhadap kesehatan dan kesegaran jasmani serta kesehatan rohani bayi dalam kandungan sang ibu. Artinya semakin sehat dan segar jasmani serta rohani sepasang suami istri maka semakin meningkat pula kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani bayi dalam kandungan ibu. Sebaliknya, semakin merosot kesegaran dan kesehatan serta rohani sepasang suami istri maka semakin merosot pula kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani bayi dalam kandungan sang ibu.

2.      HIV/AIDS: Tantangan Lahirnya Suputra
            Revolusi komunikasi dan informasi yang menghujam langsung ke ruang-ruang rumah tangga tanpa ada mampu membendungnya membawa dampak positif maupun negatif sekaligus. Dampak positifnya dapat mendorong semakin luas wawasan manusia, sedangkan dampak negative muncul karena televisi, video, internet, media cetak dengan kemasan yang rapi sering mengobral seksualitas dan atau kekerasan demi kepentingan bisnis yang mengutamakan keuntungan semata-mata. Hal ini merupakan ancaman dan tantangan terhadap pembinaan moral manusia.
Disamping itu kemajuan iptek di bidang transportasi (darat, air dan udara) menyebabkan mobilitas penduduk semakin meningkat, baik antardaerah suatu negara maupun antar bangsa dan negara di dunia ini. Frekuensi mobilitas penduduk tersebut semakin meningkat karena ditopang oleh kemajuan iptek dalm bidang komunikasi dan informasi tentang berbagai peluang harapan kehidupan yang lebih baik di berbagai kawasan di dunia ini. Peningkatan mobilitas penduduk tersebut ada kandungan positifnya, seperti masalah kekurangan tenaga kerja disuatu daerah (negara) tertentu dapat diatasi dengan banyak pilihan. Selain itu mobilitas penduduk yang tinggi frekuensinya tersebut juga merupakan pasar yang sangat menjanjikan bagi barang dan jasa yang ditawarkan oleh suatu negara. Misalnya tingginya mobilitas penduduk tersebut dimanfaatkan oleh berbagai negara untuk merancang peluang investasi secara professional pada sector bisnis industri pariwisata.
Di sisi lain mobilitas penduduk tersebut membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia, seperti muncul masalah-masalah atau penyakit sosial. Setuju atau tidak setuju, mengakui atau tidak, yang pasti fakta berbicara bahwa masalah prostitusi dalam dunia pariwisata semakin tumbuh berkembang, bukan kepentingan pariwisata semata. Sebaliknya, ada sejumlah orang yang memanfaatkan kehidupan hitam tersebut sebagai jalan memenuhi kebutuhan nafsu birahinya serta sebagai peluang bisnis yang sangat menjajnjikan keuntungan materi tinggi. Mulai juga merebak sikap dan perilaku yang menyimpang di kalangan kehidupan beberapa anggota rumah tangga dengan munculnya kasus-kasus pria idaman lain (PIL) dan wanita idaman lain (WIL), free sexs, pelecehan seksual dan sebagainya.      
Bila kondisi tersebut dihubungkan dengan penyakit HIV/AIDS yang diketahui penularannya melalui hubungan seksual, maka Indonesia umumnya dan Bali khususnya sebagai Negara atau pulau global dengan focus pengembangan sector pariwisata sebagai andalan untuk meraup devisa dan kesejahteraan masyarakat, merupakan kawasan yang rentan terhadap penyakit kelamin, HIV/AIDS, perdagangan atau pengguna narkoba. Penyakit HIV/AIDS sangat cepat menular terhadap orang sehat yang melakukan hubungan seksual dengan penderita atau orang sehat yang menggunakan jarum injeksi yang sebelumnya telah digunakan oleh orang yang menderita HIV/AIDS. Apabila seorang suami dan istri mengadakan petualangan seksual masing masing dengan WIL atau PIL-nya yang terjangkit HIV/AIDS maka dapat dibayangkan penularannya semakin merebak, serta menjadi semakin mengerikan jika mereka akan melahirkan anak. Jadi generasi berikutnya telah terancam terjangkit penyakit yang mematiakn dan mengerikan itu yang sampai kini belum ada ditemukan penyembuhnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa prostitusi, penggunaan narkoba dan merebaknya penyakit HIV/AIDS merupakan tantangan dan ancaman bagi kebahagiaan rumah tangga sekaligus bagi lahirnya anak suputra sebagai generasi unggul suatu bangsa.
3.      Manusia Terdidik: Suatu Tantangan
Dewasa ini manusia semakin terdidik sekaligus semakin meningkat pula kesadaran mereka terhadap pentingnya iptek dalam upaya mencari solusi bagi bernagai masalah dan kendala yang menghadang hidup manusia. Mereka berupaya menguasi iptek, baik melalui proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun melalui proses pembelajaran mandiri. Kecenderungan dewasa ini adalah bahwa calon suami istri dan pasangan suami istri merupakan pasangan insan yang terdidik.  Karakteristik manusia terdidik adalah mereka tidak serta merta menyetujui atau mengikuti pandangan seseorang (pandangan skeptis). Mereka baru menerima atau menolak setelah terlebih dahulu mengkritisi dan menganalisis secara cermat berbagai informasi, ide, atau gagasan yang diterima dari orang lain atau dari pasangannya
Sikap skeptis, kritis, dan analitis tersebut bila tidak dikelola dengan kecerdasan intelektual yang arif akan membuka peluang terjadinya ketegangan hubungan antara sesama manusia (dalam hal ini antara calon suami istri atau antar suami istri, serta anggota keluarga lainnya). Bila ketegangan itu tersebut tidak dapat dikelola atau dikendalikan secara arif maka akan berkembang kea rah konflik. Pada gilirannya bila konflik gagal dikelola akan menyebabkan manusia menjadi frustasi atau putus asa, lalu berpeluang terjadi disintegrasi. Bahkan tingkat frustasi seseorang yang paling berat adalah mencari solusi melalui jalan pintas, seperti bunuh diri, membunuh orang lain, mengadakan perusakan dan sebagainya.
Tentu suasana kejiwaan yang diwarnai ketegangan, konflik, pertengkaran, keegoisan, dan sejenisnya menjadi sebab utama calon suami istri, pasangan suami istri dan anggota keluarga lainnya berada dalam suasana pikiran dan hati yang tidak jernih, tidak tenang, dan tidak damai. Kondisi ini akan berpengaruh negatif terhadap proses pembentukan anak suputra dalam kandungan sang ibu. Guna mengatasi hal tersebut maka calon suami istri, pasangan suami istri dan anggota keluarga lainnya agar berupaya berpikir melalui jalan rohani (spiritual). Berpikir arif dalam menghadapi keanekaragaman karakter manusia yang semakin terdidik menjadi penting dalam kehidupan kita di Bumi ini. Keanekaragaman meupakan kearifan Tuhan. Kita dapat menikmati keindahan pelangi di langit biru ciptaan Tuhan justru pada keanekaragaman warnanya.
4.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan: Suatu Tantangan
Prestasi manusia yang sangat cemerlang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada abad ke-20 merupakan faktor dominan pemicu berbagai perubahan cara manusia memberi respon terhadap yang terjadi di sekitarnya. Perubahan yang terjadi itu menyangkut aspek nilai-nilai religius, yakni hubungan dengan Tuhan (parahyangan, prajapati, God relationship); nilai-nilai insan, yakni hubungan antarmanusia (pawongan, praja, human relationship); maupun nilai-nilai yang berkaitan dengan alam (pelemahan, kamadhuk, natural-relationship). Cara merespon tersebut disebut sikap. Perubahan tidak berhenti hanya sampai pada perubahan sikap manusia, melainkan terjadi pula dalam cara berpikirnya. Perpaduan antara sikap dan cara berpikir ini membentuk perilaku manusia.
Perilaku manusia dalam mengaktualisasikan kemajuan iptek memiliki dampak ganda. Artinya di satu sisi kemajuan iptek member sumbangan bagikesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di Bumi, namun sekaligus di sisi lain kemajuan iptek berdampak pada penghancuran peradaban manusia. Misalnya kemajuan iptek diaktualisasikan dalam dunia pertanian. Di satu sisi iptek tersebut dapat meningkatkan prokduktivitas hasil pertanian, namun di sisi lain hasil-hasil pertanian terkontaminasi unsure-unsur kimiawi yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Begitu pula kemajuan iptek memyebabkan percepatan kemajuan industri yang sekaligus menyebabkan meningkatnya secara dramatis efektivitas dan efisiensi pengolahan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia, namun di sisi lain pertumbuhan dan perkembangan industri tersebut member kontribusi nyata terhadap peningkatan polusi udara, air, tanah oleh limbah industri tercemar oleh bahan-bahan kimia pengawet yang sangat membahayakan kesehatan manusia.
Kemajuan iptek menyebabkan terjadinya kecendrungan sejumlah manusia dalam bersikap dan berperilaku ke arah berpikir ilmiah (rasional) sekuler dan profane tanpa memperhatikan kecerdasan emosional dan spiritual. Kondisi ini menjadi salah satu pemicu terhadap sekelompok manusia yang sikap dan perilakunya meningalkan atau menjauhi nilai-nilai spiritual (religius) dan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu banyak terjadi kasus pemanfaatan kemajuan iptek ini untuk mengejar keuntungan ekonomi semata dengan mematutkan segala cara. Misalnya menperjualbelikan obat-obat terlarang, seperti narkoba, obat-obat untuk menggugurkan kehamilan di luar nikah sebagai akibat seks bebas, perdagangan makanan dan minuman yang kadaluwarsa, penjualan hasil produksi yang sarat kandungan kimiawi yang membahayakan kesehatan manusia.
            Dampak negatif dalam pemanfaatan kemajuan iptek tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, yang berkaitan dengan alam sekitarnya seperti tercemarnya pancamahabhuta yakni tanah, udara, air, angkasa, atau bocornya lapisan ozon, meningkatnya suhu udara. Kedua yang berkaitan dengan tercemarnya makanan dan minuman dan unsure-unsur kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Bila seorang ibu yang sedang mengandung bayi dengan suasana kehidupan diwarnai oleh lingkungan alam yang tercemar berat oleh unsur-unsur limbah industri dan ibu bersangkutan sekaligus mengkonsumsi makanan dan minuman tercemar, maka apa yang terjadi terhadap proses pembangunan anak suputra sebelum lahir? Kondisi tersebut akan member sumbangan cukup berarti tehadap kelahiran bayi yang kurus karena kekurangan gizi (nutrisi), selain berpeluang juga terjadi kelahiran bayi cacat, seperti polio suputra, bibir sumbing, mata juling, gangguan jantung, bayi lahir tanpa anus, pertumuhan tengkorak kepala dan otaknya abnormal, dan sebagainya.
            Dampak negatif pemanfaatan kemajuan iptek tersebut merupakan tantangan dan ancaman bagi proses pembentukan anak sebelum lahir. Kegagalan pembangunan anak suputra sebelum lahir merupakan gambaran kualitas sumber daya manusia suatu bangsa pada masa yang akan datang semakun menyedihkan. Karena itu perlu disimak makna terdalam pesan atau pandangan Albert Einstein, seorang ahli fisika penemu reaksi berangkai atom yang menyatakan “science without religion is lame, religion without science is blind” artinya ilmu tanpa agama akan lumpuh, sedangkan agama tanpa ilmu akan buta.
Jadi, tantangan dalam membangun keluraga untuk melahirkan anak yang suputra dewasa ini sangat berat. Harus berhati-hati dalam memilih pasangan , ibarat tanaman untuk mendapatkan hasil yang bagus dimulai dari pemilihan bibit dan tanah yang bagus pula. Pasangan yang ideal tidak hanya dilihat dari fisiknya yang sempurna saja akan tetapi yang paling vital adalah kesehatannya. Penyebaran virus HIV/AIDS sudah merajalela, ada baiknya sebelum memutuskan untuk ke jenjang perkawinan dilakukan konseling dan test kesehatan. Apabila hasil test kesehatannya negatif terjangkit virus yang mematikan tersebut, hubungan bisa dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Dan apabila salah satu pasangan positif terjangkit virus itu meskipun sudah sama-sama cinta lebih baik diurungkan niatnya untuk melangsungkan perkawinan. Hal ini sangat berbahaya karena akan menularkan virus itu pada pasangan dan anak yang dilahirkan juga akan tertular. Makadaripada itu harus menjaga perilaku seks yang sehat dan setia pada satu pasangan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian dapat mewujudkan keluarga yang mampu melahirkan anak yang suputra, berguna bagi keluarga, masyarakat serta nusa dan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA         
Gorda, I Gusti Ngurah. 2006. Mendidik Suputra Dalam Kandungan Ibu. Denpasar:  Asta Brata Bali.
Mas, A.A.G. Raka. 2002. Menjadi Orang Tua Mulia dan Berguna. Surabaya: Paramita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Paling Sering dikunjungi